Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 07 Agustus 2010

Sejarah dan Pemerintahan DIY






Sejarah

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta.

Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari tahun 1945, bahkan sebelum itu. Beberapa minggu setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, atas desakan rakyat dan setelah melihat kondisi yang ada, Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945 . Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi yang serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII pada hari yang sama. Dekrit integrasi dengan Republik Indonesia semacam itu sebenarnya juga dikeluarkan oleh berbagai monarki di Nusantara, walau tidak sedikit monarki yang menunggu ditegakkannya pemerintahan Nederland Indische setelah kekalahan Jepang.

Pada saat itu kekuasaan Kasultanan Yogyakarta meliputi:


Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,
Kabupaten Sleman dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat,
Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,
Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,
Kabupaten Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.

Sedangkan kekuasaan Praja Paku Alaman meliputi:
Kabupaten Kota Paku Alaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat,
Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang.

Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan wakil ketua S. Joyodiningrat dan Ki Bagus Hadikusumo, maka sehari sesudahnya, semufakat dengan Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta, Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945 ) yang isinya menyerahkan kekuasaan Legeslatif pada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta. Mulai saat itu pula kedua penguasa kerajaan di Jawa bagian selatan mengeluarkan dekrit bersama dan memulai persatuan dua kerajaan.

Semenjak saat itu dekrit kerajaan tidak hanya ditandatangani kedua penguasa monarki melainkan juga oleh ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta sebagai simbol persetujuan rakyat. Perkembangan monarki persatuan mengalami pasang dan surut. Pada 18 Mei 1946, secara resmi nama Daerah Istimewa Yogyakarta mulai digunakan dalam urusan pemerintahan menegaskan persatuan dua daerah kerajaan untuk menjadi sebuah daerah istimewa dari Negara Indonesia. Penggunaan nama tersebut ada di dalam Maklumat No 18 tentang Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta (lihat Maklumat Yogyakarta Nomor 18 Tahun 1946 ). Pemerintahan monarki persatuan tetap berlangsung sampai dikeluarkannya UU No 3 Tahun 1950 tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengukuhkan daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman adalah bagian integral Negara Indonesia.

"(1) Daerah yang meliputi daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman ditetapkan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) Daerah Istimewa Yogyakarta adalah setingkat dengan Provinsi."(Pasal 1 UU No 3 Tahun 1950)[3][4]


Pemerintahan

Umum

Dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Dasar filosofi yang lain adalah Hamangku-Hamengku-Hamengkoni, Tahta Untuk Rakyat, dan Tahta untuk Kesejahteraan Sosial-kultural.


Provinsi

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara legal formal dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 3) dan UU Nomor 19 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 48) yang diberlakukan mulai 15 Agustus 1950 dengan PP Nomor 31 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 58).

UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai isi yang sangat singkat dengan 7 pasal dan sebuah lampiran daftar kewenangan otonomi. UU tersebut hanya mengatur wilayah dan ibu kota, jumlah anggota DPRD, macam kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa, serta aturan-aturan yang sifatnya adalah peralihan.

UU Nomor 19 Tahun 1950 sendiri adalah revisi dari UU Nomor 3 Tahun 1950 yang berisi penambahan kewenangan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Status Yogyakarta pada saat pembentukan adalah Daerah Istimewa setingkat Provinsi. Baru pada 1965 Yogyakarta dijadikan Provinsi seperti provinsi lain di Indonesia.


Kabupaten/Kota

Pembentukan


Pembagian Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten -kabupaten dan kota yang berotonomi dan diatur dengan UU Nomor 15 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 44) dan UU Nomor 16 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 45). Kedua undang-undang tersebut diberlakukan dengan PP Nomor 32 Tahun 1950 ( Berita Negara Tahun 1950 Nomor 59) yang mengatur Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten-kabupaten:


Bantul beribukota di Bantul
Sleman beribukota di Beran
Gunungkidul beribukota di Wonosari
Kulon Progo beribukota di Sentolo
Adikarto beribukota di Wates
Kota Besar Yogyakarta

Sebelum (1945)

Dengan alasan efisiensi, pada tahun 1951, kabupaten Adikarto yang beribukota di Wates digabung dengan kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Sentolo menjadi Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates. Penggabungan kedua daerah ini berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 101). Semua UU mengenai pembentukan DIY dan Kabupaten dan Kota di dalam lingkungannya, dibentuk berdasarkan UU Pokok tentang Pemerintah Daerah (UU No 22 Tahun 1948).

Selanjutnya, demi kelancaran tata pemerintahan, sesuai dengan mosi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6/1952 tertanggal 24 September 1952, daerah-daerah enclave Imogiri (milik Kasunanan), Kota Gede (juga milik Kasunanan), dan Ngawen (milik Mangkunagaran) dilepaskan dari Provinsi Jawa Tengah dan kabupaten-kabupaten yang bersangkutan kemudian dimasukkan ke dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten-kabupaten yang wilayahnya melingkari daerah-daerah enclave tersebut.

Sesudah (2007)

Penyatuan enclave-enclave ini berdasarkan UU Darurat Nomor 5 Tahun 1957 (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 5) yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi UU Nomor 14 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1562).


Daftar Kabupaten/Kota

No. Kabupaten/Kota Ibu kota

1 Kabupaten Bantul Bantul
2 Kabupaten Gunung Kidul Wonosari
3 Kabupaten Kulon Progo Wates
4 Kabupaten Sleman Sleman
5 Kota Yogyakarta -


Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta


Sumber Gambar:

http://indonesiacultural.blogspot.com/2009/02/queen-of-south-parangtritis-central.html

http://echoarianto.files.wordpress.com/2010/02/prambanan2.jpg

http://mepow.files.wordpress.com/2009/07/kraton-yogyakarta1.jpg

http://students.ukdw.ac.id/~22084512/gambar/tugu%20jogja.jpg

http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta






Kota Yogyakarta

Seperti halnya kota-kota lain, Kota Yogyakarta diwarnai berbagai aktivitas non-pertanian. Kontribusi terbesar bagi PDRB kota yang pernah menjadi Ibukota Republik Indonesia ini datang dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor lainnya yang juga menyumbang peran secara berimbang adalah sektor jasa-jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa, dan jasa perusahaan, dan sektor industri pengolahan.

Pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, Kota Yogyakarta berhasil merealisasikan nilai ekspor lebih dari US $ 36 juta. Mebel kayu merupakan komoditi dengan nilai ekspor terbesar, mencapai 54,47 persen dari nilai ekspor keseluruhan. Komoditi andalan lainnya adalah kulit lembaran disamak dengan kontribusi terhadap jumlah ekspor keseluruhan 13,50 persen, sarung tangan golf 8,73 persen, kerajinan kayu 5,78 persen, dan minyak atsiri 3,53 persen.

Untuk perdagangan lokal, di Kota Yogyakarta terdapat 14.182 tempat berdagang. Tempat berdagang terbanyak adalah dalam bentuk los. Sedangkan yang terkecil adalah tempat berdagang berbentuk kios.

Sebagai penunjang berbagai aktivitas bisnis dan juga pariwisata terutama wisata sejarah, Kota Yogyakarta memiliki fasilitas akomodasi yang cukup memadai. Kota yang selain dijuluki kota Gudeg juga dijuluki sebagai kota pelajar ini memiliki 23 hotel bintang dan 300 hotel non-bintang. Hotel bintang dan non-bintang terbanyak terdapat di Kecamatan Gedongtengen, yaitu 6 hotel bintang dan 109 hotel non-bintang.

Untuk sektor industri pengolahan, mayoritas industri yang ada di kota Yogyakarta adalah industri kecil. Sedangkan industri besar dan sedang hanya 1,78 persen dari keseluruhan industri yang ada di ibukota Propinsi DIY ini. Begitu juga dengan penyerapan tenaga kerja, industri kecil menyerap tenaga kerja lebih banyak dari industri besar dan sedang, yaitu hampir 4 kali lipatnya.


Sumber :

http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kota+Yogyakarta


Batik Sleman Dikenal di Pasar Internasional

Saat ini, batik tulis dari Sleman mulai dikenal masyarakat di kalangan internasional. Hal itu dikarenakan batik tulis dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta itu gencar dipromosikan di pasar internasional. Antara lain di beberapa negara bekas Uni Soviet, Jepang, Amerika, dan sejumlah negara di Asia Tenggara, karena prospeknya bagus. "Pasar internasional mulai melirik batik Sleman yang memiliki motif gambar gajah maupun alam dengan dominasi warna biru," ujar Bambang Sumardiyono, pemilik `Wisata Batik Nakula Sadewa` di Sleman, Minggu (21/3).

Menurut Sumardiyono, apabila selama ini yang banyak dikenal adalah batik Pekalongan, Yogyakarta maupun Solo, kini dia mulai mempromosikan batik Sleman yang diproduksi di Sleman dan memiliki ciri khas tersendiri, baik motif maupun warnanya. "Saya hanya berusaha memperkenalkan bahwa Sleman juga merupakan daerah yang memproduksi batik, dan tidak kalah dengan batik dari daerah lain," ujarnya.

Sumardiyono mengatakan, dalam setiap pameran di sejumlah negara seperti Rusia, Latvia, Jepang, Jerman, dan Amerika, ternyata apresiasi masyarakat setempat terhadap batik Sleman positif. "Minat masyarakat di negara-negara itu sangat tinggi, dan mereka memberikan penghargaan yang tinggi pula terhadap batik tulis yang memiliki nilai seni," ujarnya.

Dia mengatakan sebanyak apa pun batik yang dipamerkan, pasti ludes dibeli, bahkan batik yang digunakan untuk `display` juga dibeli setelah pameran usai. "Saat ini permintaan terhadap batik di negara-negara tersebut cukup tinggi, dan dalam satu bulan minimal omzet penjualan mencapai Rp200 juta lebih," katanya.

Sumardiyono mengatakan untuk mempertahankan pasar batik Sleman di dunia internasional, pihaknya berusaha menjaga kualitas terutama dalam penggunaan bahan pewarna alam. "Mereka sangat menghargai penggunaan pewarna alam, sehingga kami tetap mengutamakan pewarna jenis ini," ujarnya.

Menurut dia, kualitas warna memang lebih bagus jika menggunakan pewarna sintetis atau kimia, namun pihaknya terus berusaha agar warna alam dapat sebagus pewarna sintetis. (Ant)


Sumber :

http://sosialbudaya.tvone.co.id/berita/view/34783/2010/03/21/batik_sleman_dikenal_di_pasar_internasional/

21 Maret 2010



Pengunjung Prambanan Juga Wajib Kenakan Sarung Batik


Setelah diterapkan di Candi Borobudur, pengelola Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (PT TWC) juga berencana memberlakukan pengenaan sarung batik serta sandal bersol karet di Candi Prambanan.

Menurut Direktur Utama PT TWC Purnomo Siswoprasetyo pengenaan sarung batik kepada para pengunjung yang bercelana pendek baik untuk turis asing maupun domestik.

“Rencananya setelah berlaku di Borobudur, kita juga akan terapkan di candi Prambanan. Ini dilakukan sekaligus untuk menghargai nilai-nilai budaya bangsa,” kata Purnomo, Rabu (17/2/2010).

Purnomo mengatakan selain sarung batik para pengunjung juga akan memakai sandal dengan sol dari karet. Hal ini dilakukan untuk menjaga keausan batu candi dari gesekan. Nantinya, pihak pengelola, imbuh Purnomo juga masih akan meminjamkan sarung serta sandal untuk dikembalikan. Namun, demikian rencana ini masih akan dipersiapkan terlebih dulu.

“Seperti di Borobudur, nantinya di Prambanan juga akan diuji coba dulu dan kita belum akan menarik biaya. Sekarang kita baru siapkan menganai karcis kartu (smard card),” jelasnya.

Dia menambahkan di tahun 2010 ini pihaknya terus menggalakan berbagai program untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan khususnya dari Bali. Apalagi dengan rencana dibukanya penerbangan langsung Garuda dari Eropa di bulan Juni diharapkan akan lebih mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan.

“Kita harapkan Prambanan dan Borobudur akan jadi tujuan utama wisman bukan lagi Bali. Apalagi besok Juni penerbangan Garuda dari Eropa sudah dibuka kembali,” terang Purnomo.(Satria Nugraha/Trijaya/mbs)


Sumber :

http://news.okezone.com/read/2010/02/17/340/304463/340/pengunjung-prambanan-juga-wajib-kenakan-sarung-batik

17 Februari 2010


Sumber Gambar:

Candi Prambanan (Foto: Daylife)


Sleman Jadi Pilot Proyek Kependudukan

Bersama Kota Bogor, Kabupaten Sleman sudah ditentukan sebagai proyek percontohan nasional dari Direktorat Proyeksi Dan Penyerasian Kebijakan Kependudukan, Kementerian Dalam Negeri. Proyek percontohan ini, kata Wakil Bupati Sleman, Sri Purnomo, berkesesuaian dengan komitmen Pemkab Sleman yang terus memajukan pembangunan yang berwawasan kependudukan.

''Namun persoalannya, selama ini data penduduk yang komprehensif bisa dikatakan masih terbatas. Data-data tersebut sifatnya masih terbatas hanya pada periode tertentu saja, misalnya seperti Sensus yang hanya memetakan data penduduk pada periode 10 tahun saja,'' kata Wabup, Kamis.

Ia berbicara pada ''Rapat Penetapan Hasil Penyusunan Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota'' di Sleman. Menurut Wabup, Sleman mempunyai karakteristik tersendiri manyangkut perkembangan penduduknya. ''Dinamika kehidupan masyarakat di Sleman sangat cepat berubah, sehingga data-data penduduk yang ada akhirnya dinilai kurang sesuai jika digunakan dalam penyu sunan kebijakan pemerintah dan perencanaan daerah,'' tuturnya.

Kondisi ini timbul, katanya, karena Sleman juga dikenal sebagai tujuan pendidikan dengan banyaknya universitas baik negeri maupun swasta, pusat pertumbuhan dan kawasan aglomerasi Kota Yogyakarta. ''Konsekuensi logisnya, Sleman menjadi daya tarik bagi mobilitas penduduk untuk tinggal di Sleman baik menetap atau sementara,'' katanya.

Dijelaskannya, untuk dapat memberikan pelayanan yang baik, Pemkab Sleman jelas membutuhkan data kependudukan yang valid dan up-to-date.

Data ini, katanya, penting untuk pembuatan kebijakan pembangunan, perumusan perencanaan pembangunan dan pemberian pelayanan pemerintahan. ''Namun, karena keterbatasan sisi anggaran, Pemkab Sleman belum bisa melaksanakan pendataan kependudukan penduduk yang tinggal di Sleman baik yang menetap, tinggal sementara atau mereka yang nglaju dari daerah lain di sekitar Sleman untuk bekerja atau belajar,'' jelasnya.

Ia mengatakan besarnya anggaran yang harus dialokasikan untuk melakukan update, pendataan penduduk atau sensus penduduk, maka proyeksi penduduk seperti tertuang dalam UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan seringkali menghadapi kendala. Sedang di sisi lain, katanya, proyeksi kependudukan ini penting karena dinamika kependudukan di Sleman sangat tinggi.

Sebagai gambaran. Wabup menjelaskan di tahun 2005, jumlah penduduk Sleman tercatat 905.325 jiwa. Tahun 2008, meningkat menjadi 1.090.250 jiwa. Sementara di tahun 2009 lalu, berdasarkan data di Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan tercatat sudah mencapai 1.103.119 jiwa.

Sementara dari sisi kualitas, dari tahun ke tahun penduduk Sleman juga terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sleman yang selalu menunjukan tren meningkat.

Katanya, di tahun 2008 IPM Sleman mencapai 77,02. Capaian ini menunjukkan peningkatan 0,32 poin dari IPM tahun 2007 yang mencapai 76,70. ''IPM yang dicapai Sleman ini merupakan yang tertinggi untuk kabupaten se Indonesia,'' tutur Wabup.

Menurut dia, IPM ini disusun atas dasar 3 komponen, yakni lamanya hidup diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, tingkat pendidikan dan tingkat kehidupan yang layak. Sedangkan data penunjang analisis meliputi bidang ketenagakerjaan, bidang ekonomi, bidang kesehatan dan bidang pendidikan.


Red: Krisman Purwoko
Rep: yoe


Sumber :

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/07/30/127629-sleman-jadi-pilot-proyek-kependudukan

30 Juli 2010



Kabupaten Sleman



Kabupaten Sleman, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukotanya adalah Sleman. Kabupaten ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di utara dan timur, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, dan Kota Yogyakarta di selatan, serta Kabupaten Kulon Progo di barat. Sleman dikenal sebagai asal buah salak pondoh. Berbagai perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta sebenarnya secara administratif terletak di wilayah kabupaten ini, di antaranya Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta.

Pusat pemerintahan di Kecamatan Sleman, yang berada di jalur utama antara Yogyakarta - Semarang. Dengan Pendapatan Asli Daerah Rp. 52.978.731.000,- (2005) Kabupaten Sleman merupakan Kabupaten Terkaya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian utara kabupaten ini merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Merapi di perbatasan dengan Jawa Tengah, salah satu gunung berapi aktif yang paling berbahaya di Pulau Jawa. Sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah yang subur. Di antara sungai-sungai besar yang melintasi kabupaten ini adalah Kali Progo (membatasi kabupaten Sleman dengan Kabupaten Kulon Progo), Kali Code, dan Kali Tapus.


Kecamatan

Berbah
Cangkringan
Depok
Gamping
Godean
Kalasan
Minggir
Mlati
Moyudan
Ngaglik
Ngemplak
Pakem
Prambanan
Seyegan
Sleman
Tempel

Turi


Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sleman


Sumber Gambar:

http://fpti-sleman.blogspot.com/2010/03/kecamatan-se-kabupaten-sleman.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sleman

Profil Kabupaten Kulon Progo



Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah bagian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat dengan batas sebelah barat dan utara adalah Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan adalah Samudera Indonesia .

Secara geografis terletak antara 7 o 38'42" - 7 o 59'3" Lintang Selatan dan 110 o 1'37" - 110 o 16'26" Bujur Timur.

Luas area adalah 58.627,5 Ha yang meliputi 12 kecamatan dan 88 desa. Dari luas tersebut 24,89 % berada di wilayah Selatan yang meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur, 38,16 % di wilayah tengah yang meliputi kecamatan Lendah, Pengasih, Sentolo, Kokap, dan 36,97 % di wilayah utara yang meliputi kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh.

Luas kecamatan antara 3.000 - 7.500 Ha dan yang wilayahnya paling luas adalah kecamatan Kokap seluas 7.379,95 Ha sedangkan yang wilayahnya paling sempit adalah kecamatan Wates seluas 3.200,239 Ha.

Kabupaten Kulon Progo yang berada sekitar 25 km arah barat kota Yogya memiliki aksesibilitas baik dan mudah dijangkau, terhubung dengan kota-kota di Jawa bagian selatan oleh jalur transportasi regional Jawa selatan baik melalui jalan raya maupun kereta api.

Pantai Glagah hanyalah satu dari sekian banyak obyek pariwisata kabupaten ini. Selebihnyanya adalah wisata Waduk Sermo, pegunungan, gua, hingga wisata ziarah. Kabupaten dengan wilayah terbesar berada di tanah datar, masih berorientasi pada pertanian. Hamparan sawah dan ladang di setiap sudut kabupaten menjadi gantungan hidup sebagian masyarakatnya. Dikabupaten ini padi ditanam di semua wilayah dari utara hingga selatan. Kelapa adalah produk unggulan lain di Kulon Progo. Dari nira kelapanya diperoleh gula yang dikenal sebagai gula jawa. Sentranya terletak di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Temon, Sentolo dan Nanggulan.


Sumber Data:
Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2007
(07-8-2008)
BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Jalan Ring Road Barat Yogyakarta
Telp (0274) 373322
Fax 2008-08-07

Sumber :
http://regionalinvestment.com/newsipid/displayprofil.php?ia=3401


Sumber Gambar:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/77/Locator_Kabupaten_Kulon_Progo.png
http://polreskulonprogo.com/images/map_kprogo.gif