Seperti halnya kota-kota lain, Kota Yogyakarta diwarnai berbagai aktivitas non-pertanian. Kontribusi terbesar bagi PDRB kota yang pernah menjadi Ibukota Republik Indonesia ini datang dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor lainnya yang juga menyumbang peran secara berimbang adalah sektor jasa-jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa, dan jasa perusahaan, dan sektor industri pengolahan.
Pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, Kota Yogyakarta berhasil merealisasikan nilai ekspor lebih dari US $ 36 juta. Mebel kayu merupakan komoditi dengan nilai ekspor terbesar, mencapai 54,47 persen dari nilai ekspor keseluruhan. Komoditi andalan lainnya adalah kulit lembaran disamak dengan kontribusi terhadap jumlah ekspor keseluruhan 13,50 persen, sarung tangan golf 8,73 persen, kerajinan kayu 5,78 persen, dan minyak atsiri 3,53 persen.
Untuk perdagangan lokal, di Kota Yogyakarta terdapat 14.182 tempat berdagang. Tempat berdagang terbanyak adalah dalam bentuk los. Sedangkan yang terkecil adalah tempat berdagang berbentuk kios.
Sebagai penunjang berbagai aktivitas bisnis dan juga pariwisata terutama wisata sejarah, Kota Yogyakarta memiliki fasilitas akomodasi yang cukup memadai. Kota yang selain dijuluki kota Gudeg juga dijuluki sebagai kota pelajar ini memiliki 23 hotel bintang dan 300 hotel non-bintang. Hotel bintang dan non-bintang terbanyak terdapat di Kecamatan Gedongtengen, yaitu 6 hotel bintang dan 109 hotel non-bintang.
Untuk sektor industri pengolahan, mayoritas industri yang ada di kota Yogyakarta adalah industri kecil. Sedangkan industri besar dan sedang hanya 1,78 persen dari keseluruhan industri yang ada di ibukota Propinsi DIY ini. Begitu juga dengan penyerapan tenaga kerja, industri kecil menyerap tenaga kerja lebih banyak dari industri besar dan sedang, yaitu hampir 4 kali lipatnya.
Sumber :
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kota+Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar