Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 07 Agustus 2010

Urun Rembug Pasir Besi Kulonprogo

PERLU penyadaran bersama, zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang. Kekayaan pasir besi di Kulonprogo yang terhampar di lahan seluas 3.000 hektar bukanlah barang yang harus ditelantarkan. Bila tanah seluas itu dikelola dengan baik, masyarakat menyadarkan pengusaha dan pemerintah membudidayakan masyarakat, bukan tidak mungkin keinginan untuk menambang pasir besi masih ada peluang. Tergantung bagaimana kita.
Mengolah potensi pasir besi di hamparan lahan seluas 3.000 hektar di pantai Kulonprogo yang dibatasi Sungai Progo di bagian timur dan Sungai Serang di bagian barat, tidak harus berpanas-panasan. Panasnya terik matahari pada saat menambang dan panasnya api pada saat mengubah pasir besi menjadi pelet besi mampu menciptakan pasir besi menjadi barang yang bermanfaat. Namun demikian, hendaknya panasnya hati yang saat ini menyulut arogansi sekelompok masyarakat dengan cara membakar beberapa poskamling yang dibangun masyarakat, sebenarnya tidak perlu terjadi.

Sudah merupakan kebijakan pemerintah bahwa untuk menambang pasir besi dilakukan kajian terlebih dahulu dengan menyusun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), suatu pekerjaan yang disyaratkan kepada pengusaha untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum bongkar-membongkar lahan pasir besi dilakukan. Sosialisasi kegiatan kepada masyarakat perlu dilakukan, dengan penuh kesabaran dan cara pendekatan orang Ngayogyakarta. Keinginan masyarakat petani pantai yang sudah telanjur merasakan manisnya melon dan pedasnya cabe yang berguna untuk membugarkan kesehatan, bukan tidak mungkin untuk sementara dihentikan pada saat lahan yang bukan miliknya ditambang.

Dalam proses pengerukan pasir di pantai, sebenarnya hanya 30 persen yang dapat diambil pasir besinya, sisanya dikembalikan ke tempat semula. Untuk mengembalikan, agar lahan bekas penambangan pasir besi dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian kembali, wajib dilakukan reklamasi dan untuk ini model wong Yogya ada cara tersendiri. Bagaimana caranya?
Sampah kota Yogyakarta yang merupakan dedaunan dan jumlahnya tidak kurang dari 40.000 meter kubik setiap harinya, dapat dimanfaatkan untuk dibuat kompos, semacam pupuk organik penyubur tanah. Sampah organik, tersedia dan tidak akan habis. Alat pembuat kompos dapat direkayasa dan disediakan oleh pengusaha penambang pasir besi.

Pembuatan kompos diserahkan kepada masyarakat. Hasil kompos dimanfaatkan oleh masyarakat petani pantai untuk menyuburkan tanah yang sudah direklamasi. Bukan tidak mungin, harga pupuk urea yang makin tidak terjangkau oleh kantong petani, kompos akan dapat menggantikan pupuk urea.

Uji coba penambangan pasir besi yang telah dilakukan ditengarahi oleh masyarakat menghasilkan debu yang mengganggu ladang masyarakat sekitar, bukanlah merupakan persoalan yang tidak dapat diselesaikan. Pemisahan pasir besi dengan sistem kering di tempat “kubah tertutup” merupakan solusi yang ditawarkan. Tahap penambangan dengan sistem blok merupakan solusi yang dapat dilakukan. Hal inilah yang seharusnya ditempuh oleh para pelaksana lapangan, dalam usaha untuk merangkul masyarakat. Bukan dengan cara membakar poskamling yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang ingin membuat situasi semakin keruh. Masyarakat terpancing untuk menuduh pengusaha berada di belakang tindakan yang arogan, itu adalah suatu hal yang wajar, meskipun ulah tersebut mungkin dilakukan oleh sekelompok masyarakat penganggur yang senang membuat onar.

Satu kata kunci, marilah masyarakat kita buat sejahtera, pihak aparat keamanan dan pemerintah wajib sadar, masyarakat hanya ingin dapat makan dan menyekolahkan anak-anak mereka demi kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Bukan tidak mungkin, keinginan menambang pasir besi masih dapat dilaksanakan. Jangan, pasir besi diolah untuk (memanasi) masyarakat. Siapa bilang, tidak ada harapan? Masyarakat petani pantai adalah masyarakat lugu, pergunakan pendekatan kepada masyarakat dengan gaya Ngayogyakarta. q - s. (4568-2008).

Sumber :
Prof Dr Ir Sukandarrumidi MSc, Dosen Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM. Dalam :
http://geologi.iagi.or.id/2008/11/21/urun-rembug-pasir-besi-kulonprogo/
21 November 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar